LAPORAN WISATA
SEJARAH
DI DAERAH PATI
XI-MIPA 4
DISUSUN OLEH :
DEWI RAHMAWATI
SMA NEGERI 1 TAYU
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR
Dengan
menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya,
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan karya tulis mengenai wisata sejarah di daerah Pati.
Makalah
ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir
kata kami berharap semoga karya ilmiah mengenai wisata sejarah di daerah Pati
ini bisa menambah pengetahuan bagi semua
yang membacanya dan dapat menginspirasi untuk memperkenalkan wisata sejarah di
daerah Pati ke seluruh penjuru Indonesia maupun dunia.
Pati, 28 April 2016
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
MASALAH
Suatu rangkaian
peristiwa-peristiwa sejarah pada masa lalu tentunya banyak meninggalkan
bukti-bukti sejarah. Bukti-bukti sejarah ini merupakan fakta atau bukti nyata
yang menandai adanya suatu peristiwa bersejarah di suatu daerah atau wilayah,
wujud dari bukti-bukti sejarah tersebut dapat berupa benda-benda, bangunan,
kepercayaan, kebudayaan, dan sebagainya. Yang semua ini merupakan warisan
sejarah dan keberadaanny patut kita jaga kelestariannya pada masa kini agar
tidak punah.
Jika sampai bukti-bukti sejarah atau peristiwa bersejarah tersebut sampai punah
atau hilang maka hal itu dapat menyebabkan peristiwa bersejarah tersebut akan
diragukan oleh masyarakat dan tidak akan dianggap karena kurang adanya bukti
yang mendukung.
Museum sebagai tempat dimana orang-orang dapat
melihat benda-benda bersejarah di suatu wilayah, harta peninggalan dari sebuah
peradaban, dan sisa warisan dari nenek moyang kita di masa lampau, adalah harta
yang tak ternilai harganya. Seorang tokoh sejarah yang keberadaannya membuat
sebuah perubahan bagi suatu bangsa juga akan selalu diingat oleh orang lain
dengan membangun sebuah makam untuk menghormati jasa jasa yang telah dilakukan.
Salah satu tokoh terkemuka yaitu Sheikh Ahmad Mutamakkin yang
memberikan perubahan kepada suatu daerah yaitu desa Kajen.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan dari latar belakang masalah, penulis
merumuskan beberapa rumusan masalah, yaitu sebagai berikut :
1.
Bagaimana
riwayat hidup dari Sheikh Ahmad Mutamakkin ?
2.
Siapa nama guru Sheikh
Ahmad Mutamakkin ?
3.
Bagaiman
hubungan Kajen dengan Sheikh Ahmad Mutamakkin ?
1.3
TUJUAN PERUMUSAN
Tujuan makalah ini adalah :
1.
Mengupas sejarah
dari Sheikh
Ahmad Mutamakkin
2.
Menambah wawasan
bagi pembaca tentang hubungan desa Kajen dengan Sheikh Ahmad Mutamakkin
3.
Mengetahui
silsilah dari Sheikh Ahmad Mutamakkin
BAB II
PEMBAHASAN
Riwayat Hidup dan Keluarga Sheikh
Ahmad Mutamakkin
Syeikh Ahmad Mutamakkin di kenal
juga dengan nama Mbah Cebolek, beliau adalah seorang faqih yang disegani karena
berpandangan jauh dan luas. Sebagai guru besar agama beliau berdakwah dari satu
tempat ke tempat yang lain yang beliau anggap tepat sasaran. Melihat penduduk
dibeberapa tempat yang berlainan bahasa dan adatnya, dalam memilih
daerah-daerah di pantai utara Jawa Syeikh Ahmad Mutamakkin membuat
pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu.
Adapun sejarah beliau menurut
catatan ahli tarikh, pada masa itu beliau melakukan misi dakwah menuju ke arah
Barat, sampai ke Desa Kalipang, suatu daerah yang terletak di Kecamatan Sarang
Kabupaten Rembang. Disana beliau menetap beberapa lama dan sempat mendirikan
sebuah Masjid. Kemudian beliau melanjutkan perjalanan sampai ke Cebolek, sebuah
Desa di kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati Jawa Tengah, yang waktu itu Cebolek
masih bagian dari Kecamatan Juana. Setelah bermukim di Cebolek beberapa lama,
beliau kemudian hijrah ke Desa Kajen, sebuah Desa yang terletak disebelah Barat
Desa Kajen. Sebagai guru besar Agama, Syeikh Ahmad Mutamakkin menyebarkan Agama
dan membuka lapangan pendidikan Islam untuk mencetak mubaligh dan kader-kader
agama yang nantinya akan menyambung tali perjuangan beliau.
Menurut KH Abdurrahman Wahid, Syeikh
Ahmad Mutamakkin berasal dari Persia (Zabul) propinsi Khurasan Iran selatan.
Akan tetapi, silsilah yang di percaya masyarakat setempat Ia adalah bangsawan
Jawa. Sedangkan menurut catatan sejarah lokal Syeikh Ahmad Mutamakkin dari
garis bapak adalah keturunan Raden Patah (Raja Demak) yang berasal dari Sultan
Trenggono. Sedangkan, dari garis Ibu keturunan, Syekh Ahmad Mutamakkin dari
Sayyid Ali Bejagung Tuban Jawa Timur. Sayyid ini memiliki putra namanya adalah
Raden Tanu dan Raden Tanu memiliki seorang putri yang menjadi ibunda Syekh
Ahmad Mutamakkin.
Diyakini bahwa Syeikh Ahmad
Mutamakkin adalah keturunan Raja Muslim Jawa Jaka Tingkir, cicit Raja Majapahit
terahir Brawijaya V. Ayah Syeikh Ahmad Mutamakkin adalahSumahadiwijaya adalah
Pangeran Benowo II Raden Sumahadinegara bin Pangeran Benawa I Raden Hadiningrat
bin Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya bin ki Ageng Penggingbin Ratu Pambayun
binti Prabu Brawijaya V Raja Majapahit terakhir. Ratu Pambayun adalah saudara
perempuan Raden patah. Istri Jaka Tingkir adalah putri Sultan Trenggonobin
Raden Patah Raja Demak.
Menurut sumber lain, Syeikh Ahmad
Mutamakkin masih memiliki garis keturunan langsung dengan Nabi Muhammad SAW.
Silsilah Syeikh Ahmad Mutamakkin menunjukkan pertemuannya dengan Nabi melalalui
garis ayah:
·
Syeikh
Ahmad Mutamakkin bin
·
Sumahadinegara
·
Sunan
Benawa
·
Abdurrahman
Basyiyan bin
·
Sayyid
Umar Ibnu Sayyid Muhammad bin
·
Sayyid
Ahmad
·
Sayyid
Abu Bakar Basyiyan
·
Sayyid
Muhammad Asadullah
·
Sayyid
Husain at-Turaby
·
Sayyid
Ali
·
Sayyid
al-Faqih al-Muqaddam
·
Sayyid
Aly
·
Sayyid
Muhammad Shahib al-Murbath
·
Sayyid
Ali Khali Qasyim
·
Sayyid
Alwy Ibnu Sayyid Muhammad
·
Sayyid
Alwy
·
Imam
Ubaidillah
·
Imam
Ahmad al-Muhajir ila Allah
·
Imam
Isa an-Naqib
·
Imam
Muhammad an-Naqib
·
Imam
Alwy al-Uraidhi
·
Imam
Jakfar al-Shadiq
·
Imam
Muhammad al-Baqir
·
Imam
Ali Zainal Abidin
·
Sayyidina
Husain
·
Fatimah
Azzahra
·
Sayyidina
Muhammad SAW.
Silsilah
lain berbeda pada tingkat Sayyid Alwy ke bawah, silsilah ini:
·
Syeikh
Ahmad Mutamakkin
·
Sumahadinegara
·
Sunan
Benawa
·
Putri
sultan Trenggono
·
Sutan
Trenggono
·
istri
Raden Patah
·
Maulana
Rahmat
·
Maulana
Ibrahim
·
Jamaluddin
Husain
·
Sayyid
Ahmad Syah
·
Sayyid
Abdullah
·
Sayyid
Amir Abd al-Malik
·
Sayyid
Alwy dan seterusnya seperti silsilah di atas.
Telah disebutkan bahwa Pangeran
Benowo II pada tahun 1617 M melarikan diri ke Giri untuk meminta suaka politik
atas serangan Mataram. Di ceritakan juga, adipati Tubanyang menjalin hubungan
kekerabatan dengan (pangeran Benawa II). Maka dapat diasumsikan bahwa dari
hasil perkawinan itu lahir Sumadiwijaya (nama ningrat al-Mutamakkin) tahun
kelahiranya tidak diketahui secara tepat, oleh karena itu, masih di perlukan
pelacakan secara cermat tentang peninggalan dan silsilahnya.
Syeikh Ahmad Mutamakkin di lahirkan
di Desa Cebolek, 10 Km dari Kota Tuban, Ia kemudian di kenal dengan nama Mbah
Mbolek. Nama Al-Mutamakkin sebenarnya adalah gelar yang di peroleh dari rihlah
ilmiahnya di timur Tengah. Al-Mutamakkin di ambil dari Bahasa Arab yang artinya
orang yang meneguhkan hati atau diyakini akan kesuciannya.
Di Desa Cebolek Tuban, Syeikh Ahmad
Mutamakkin menghabiskan usia mudanya. Desa Cebolek di Tuban yang sekarang
bernama Desa Winong . Di sana terdapat peninggalannya berupa masjid Winong.
Masjid tersebut tepat berada di tepi sungai. Pelacakan secara mendalam
mengalami kesulitan karena masjid sudah di pugar berkali-kali akibat sering
terkena banjir besar. Di dalam masjid tersebut terdapat klebut (kayu agak
lonjong bulat tempat untuk menjemur kopyah atau peci haji) dan batu kecil mirip
seperti asbak. Di depan masjid terdapat sawo kecik yang cukup besar yang di
yakini terdapat keris pusaka Syeikh Ahmad Mutamakkin. Desa sunyi senyap dan
banyak penyamun ini berkat usaha KH. Mutamakkin berubah menjadi Desa yang penuh
damai dan sejahtera.
Riwayat Intelektual Sheikh Ahmad
Mutamakkin
Di ceritakan pada abad ke 17
hubungan Tuban dan Pati dengan daerah Banten dapat di lihat dari seringnya
pelabuhan Tuban dan Juana (Pati) di singgahi para pelayar dari Banten. Kedua
pelabuhan itu mempunyai kedudukan penting bagi Mataram dalam distribusi hasil
pertanian dari pedalaman. Bahkan, dengan kebijakan Mataram yang membagi empat
wilayah daerah pesisir dua pelabuhan tersebut mampu menandingi pelabuhan
Semarang dan Jepara. Terlebih lagi ketika Jepara dipandang tidak aman karena
sering terjadi pembajakan kapal.
Diduga Sheikh Ahmad Mutamakkin
mengawali perjalanan intelektualnya dengan berlayar ke Banten dan di sana
beliau bertemu dengan ulama besar Syekh Muhammad Yusup al Makassari yang
kemudian beliau melanjutkan ke Negeri Timur Tengah. Dapat juga di duga sebelum
sampai ke Banten beliau singgah ke Tegal Jawa Tengah. Hal ini di dasarkan atas
makam ayahnya (pangeran Benawa II) yang diyakini terdapat di Tegal. Bahkan, di
daerah tersebut terdapat Desa yang bernama Kajen. Sepulang dari Timur Tengah,
Syeikh Ahmad Mutamakkin tidak kembali ke Tuban melainkan ke sebuah Desa di Pati
bagian utara.
Sedangkan menurut KH. Maspu’duri
salah satu keluarga dekat dari keturunan Syeikh Ahmad Mutamakkin, riwayat
intelektual Syeikh Mutamakkin di peroleh pertama dari keluarganya sendiri
karena keluarga Syeikh Ahmad Mutamakkin merupakan putra salah satu keluarga
ningrat dan keluarga terdidik yaitu putra salah satu Adipati di Tuban yaitu
Hadinegoro atau Sumohadiningrat. Namun, sejak kecil Syeikh Ahmad Mutamakkin
tidak menyukai gaya hidup Keraton yang gelamor kemudian melakukan pengembaraan
ke arah Barat hingga sampai Sarang Rembang dan menetap sementara di Sarang dan
mendirikan sebuah masjid, kemudian melanjutkan perjalanan dakwah ke arah Barat
dan kemudian singgah di Cebolek.
Setelah menetap di Cebolek
sementara, Syeikh Mutamakkin setiap malam setelah melakukan shalat malam atau
shalat Tahajud beliau melihat sinar ke arah atas, dan dicarilah sinar itu ke
arah Barat hingga ketemu pusat sinar yaitu di kediaman KH Shamsuddin di Desa
Kajen Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati Jawa Tengah. Kemudian Syeikh
Mutamakkin berbaiat menjadi murid dan santri KH Shamsuddin. Akhirnya Syeikh
Mutamakkin menjadi murid KH Shamsuddin, karena kealimannya, kebagusan akhlaqnya
dan kecerdasannya, Syeikh Mutamakkin kemudian dijodohkan dan diambil menantu
KH. Shamsuddin dengan seorang putrinya bernama Nyai Shalihah.
Setelah menjadi santri KH.
Shamsuddin, Syeikh Mutamakkin kemudian melanjutkan perjalanan intelektualnya ke
Timur Tengah. Syeikh Mutamakkin belajar di Timur Tengah dalam beberapa lama,
salah satu gurunya adalah makamnya ada di Madinah. Makam gurunya Syeikh
Mutamakkin ada lubangnya, dan lubangnya selalu mengeluarkan angin yang berbau
harum. Namun, karena di sana menganut paham Wahabi sekarang makam guru Syeikh
Mutamakkin tersebut sudah tidak terawat dan dibuangin sampah oleh masyarakat
Arab.
Sepulang dari Timur Tengah pada abad
18, Syeikh Ahmad Mutamakkin terdampar di Desa Cebolek, tepatnya di wilayah Pati
Utara wilayah Kawedanan Tayu. Desa Cebolek merupakan nama yang diberi oleh
Syeikh Mutamakkin yang diambil dari kondisinya ketika terhempas dipantai yang
di bawa oleh muridnya dari bangsa Jin kemudian dipindahkan ke atas seekor ikan
mladang dan jebul-jebul Melek (tiba-tiba terbuka matanya atau terjaga sepulang
dari tanah suci Mekah). Dapat pula diasumsikan bahwa beliau terdampar di pantai
timur Cebolek karena kapal yang ditumpanginya dibajak oleh pembajak dari Jepara
yang pada waktu itu merajalela di laut utara Jawa.
Sepulang dari Timur Tengah pada abad
18, Syeikh Ahmad Mutamakkin terdampar di Desa Cebolek, tepatnya di wilayah Pati
Utara wilayah Kawedanan Tayu. Namun, menurut sejarah tradisi lisan yang
sekarang masih terpelihara dengan baik, sebenarnya terhempasnya Syeikh
Mutamakkin di tengah lautan itu karena Syeikh Mutamakkin dikhianati muridnya
yang dari bangsa jin. Menurut cerita KH. Maspu’duri, ketika mau berhaji, Syeikh
Mutamakkin memanggil salah seorang muridnya yang dari bangsa jin untuk
mengantarkan berhaji ke Mekah. Sewaktu pulang dari Mekah, Syeikh Mutamakkin
juga diantarkan muridnya dari bangsa jin, ketika sampai di tengah lautan
berpapasan dengan Ratu jin Kafir. Dan Ratu jin kafir itu meminta agar Syeikh
Mutamakkin di lepaskan saja oleh muridnya. Kalau tidak mau melepaskan, maka
ratu jin kafir itu akan membunuh murid dari jin Syeikh Mutamakkin. Syeikh
Mutamakkin kemudian dikhianati oleh muridnya dan ditinggalkan sendirian di
tengah lautan, kemudian Syeikh Mutamakkin pasrah kepada Allah dan memejamkan
mata, sehingga ditolong oleh ikan Mladang diantarkan ke pinggir pantai dan
kemudian Syeikh Mutamakkin membuka matanya (jebul-jebul melek). Maka daerah
pantai tempat terhempasnya Syeikh Mutamakkin ini di namakan Cebolek.
Guru Sheikh Ahmad Mutamakkin
Guru Syeikh Ahmad Mutamakkin
termaktub dalam serat Cebolek adalah Syeikh Zayn dari Yaman. Figur ini juga di
kenang oleh masyarakat di sekitar makam Syeikh Sheikh Ahmad Mutamakkin. Syeikh
Zein a adalah Syekh Muhammad Zayn al Mizjazi al Yamani, seorang tokoh tarikat
Naqsabandiyah yang sangat berpengaruh. Meski tahun kehidupan Syeikh Zayn tidak
di ketahui pasti, tetapi ayahnya Syekh Muhammad al Baqi al Mizjaji adalah guru
Syekh Yusuf al Makassari dan Syekh Abdurrouf As Singkili yang wafat pada tahun
1663 dan putranya Syekh Abdul Khaliq Ibnu Zayn al Mizjaji wafat tahun 1740.
Tidak diketahui secara persis Syeikh
Ahmad Mutamakkin berguru kepada Syeikh Muhammad Zayn al-Yamani. Baik serat
Cebolek maupun lokal historis masyarakat tidak mengungkapkannya, juga tidak
tentang guru-gurunya yang lain. Akan tetapi, kita bisa bercermin pada riwayat
historis murid Jawi pendahulunya Syekh Abdul Rauf as Singkili danSyekh Yusuf al
Makassari yang menyusuri kawasan Timur dan selatan Arabia termasuk Yaman
sebelum sampai ke Haramain (Mekah dan Madinah). Diasumsikan, Syekh Ahmad
Mutamakkin mengikuti rute perjalanan serupa sebelum akhirnya sampai ke Mekah,
dengan demikian dapat melaksanakan ibadah Haji.
Rihlah ilmiyah dan jaringan keilmuan
Syeikh Ahmad Mutamakkin penting untuk di ungkapkan dalam tulisan ini. Jika
benar Ia mengikuti rute gurunya al Singkili dan al Makassari, maka dapat
dicatat disini beberapa tempat yang disinggahinya, yaitu Dhuha (Doha) di
wilayah Teluk Persia, Yaman, Jeddah, dan akhirnya Mekah dan Madinah. Tetapi,
sebelum ke Timur Tengah penting untuk dicatat tentang kemungkinan pertemuan
Syeikh Mutamakkin dengan Muhammad Yusuf al Makassari di Banten sekitar 1691 M.
Syeikh Al-Makassari di asingkan di Tanjung Harapan pada tahun 1694 M.
Kemungkinan ini di dasarkan atas catatan dalam karangan Syeikh al-Mutamakkin
yang menyebutkan Tarikat Naqsabandiyyah dan Tarikat Khalwatiyyah yang
diasumsikan diinisiasi atau sekedar di perkenalkan oleh Syeikh al-Makassari.
Berkat Syeikh al-Makassari kemudian
beliau diperintahkan belajar ke Timur Tengah mengikuti rute yang pernah
dilakukan oleh al-Makassari. Dari beberapa tempat dalam rutenya di perkirakan
beliau juga belajar beberapa guru dan diinisiasi oleh guru Tarikat yang hidup
pada masa itu selain berguru kepada Syeikh Zayn al-Yamani.
Perlu dicatat di sini beberapa murid
Syeikh al-Singkili (w. 1693) yang sezaman dan barangkali bertemu dengan Syeikh
al-Mutamakkin antara lain Syekh Abdul Muhyi asal Jawa Barat, Syekh Abdul al
Malik bin Abdullah (1089-1149/1678-1736) asal Semenanjung Melayu yang di kenal
sebagai tokoh pulau Manis dari Trengganu, Syekh Daud al JawiFansuri bin Ismail
bin Agha Mustafa bin Agha Ali al-Rumi. Yang terahir ini adalah murid kesayangan
Syeikh al-Makassari yang juga sebagai Khalifah utamanya.
Barangkali Syeikh Assingkili-lah
yang yang menginisiasi Syeikh al-Mutamakkin ke dalam Tarikat Sattariyyah meski
sumber-sumber yang ada tidak memberikan angka tahun pertemuannya, dugaan ini
didasarkan atas catatan teks karangan Syeikh al-Mutamakkin yang membicarakan
Tarikat Sattariyyah berbahasa Arab Melayu (Jawa Pegon).
Ketika Syeikh al-Mutamakkin sampai
di Yaman, Syekh Muhammad Abdul al Baqi al Mizjaji sudah wafat dan diganti oleh
anaknya Syekh Zayn bin Muhammad Abdul al Baqi al Mizjaji. Selain Syeikh
al-Mutamakkin, Flecer menegaskan, seorang muslim Cina Ma Mingxin juga belajar
dengan Syekh Zayn bin Muhammad Abdul al Baqi al Mizjaji (1053-1138H/1643-1726M)
dan putranya Abdul al-Khaliq wafat 1740 M.
Begitu juga ketika sampai di Makkah
dan Madinah, Syeikh al-Mutamakkin tidak menemui guru-guru Syeikh al-Singkli dan
Syeikh al-Makassari karena mereka sudah meninggal dunia. Ia hanya menemui
generasi selanjutnya yang dapat dicatat dari kolega-kolega Syeikh al-Singkli
dan Syeikh al-Makassari. Karena ada baiknya di sini dikemukakan hubungan antara
Syeikh al-Singkli dan Syeikh al-Makassari serta ulama-ulama yang berperan yang
hampir sezaman dengan Syeikh al-Mutamakkin agar dapat di ketahui situasi dan
interelasi keilmuan pada masa itu.
Karya dan Jasa Sheikh Ahmad
Mutamakkin
Karir kehidupan Syeikh Mutamakkin
adalah sebagai Ulama Besar dan Budayawan yang telah berjasa banyak dalam
menyebarkan Islam di Pantai Utara Pati Jawa Tengah dengan pusatnya Desa Kajen
sebagai basis gerakan perjuangan dakwahnya Syeikh Mutamakkin. Bukti-bukti
sosiologis dan arkeologis dari dampak gerakan dakwah Syeikh Mutamakkin adalah
berkembangnya Islam di wilayah pantai Utara Pati dengan pesat. Mayoritas
masyarakat diwilayah ini adalah beragama Islam. Banyak berkembang Podok
Pesantren-Pondok pesantren dan Madrasah-madrasah dan majlis taklim sebagai
pusat penyelenggaraan pendidikan Islam.
Selain sebagai tokoh Ulama Besar,
Syeikh Mutamakkin dalam pandanganmasyarakat setempat diakui sebagai seorang
awliya’. Syeikh Mutamakkin mendapatkan penghormatan dan pemulyaan yang begitu tinggi
oleh masyarakat Kajen dan sekitarnya. Setiap tahun di gelar tradisi ḥaul beliau
setiap tanggal 9-10 Syuro. Acara ḥaul ini berlangsung selama satu bulan penuh.
Segala kegiatan baik yang bersifat religius maupun hiburan kesenian rakyat di
pentaskan dalam acara ini. Para pengunjung datang dari berbagai daerah, selain
meyaksikan perayaan ḥaulnya Syeikh Mutamakkin juga sekaligus melakukan ziarah
di makamnya. Sebagai ciri Ulama besar, maka Syeikh Mutamakkin menghasilkan
karya ilmiah yang memuat pikiran-pikiran keagamaannya, yaitu Teks Arsy
al-Muwahiddūn, dan kidung sufi al-Mutamakkin. Didalam teks tersebut memuat
pikiran-pikiran keagamaan Syeikh Mutamakkin, diantaranya adalah mengenai
masalah tauhid atau aqidah, masalah fiqih, dan masalah tasawuf. Namun, keberadaan
teks ini adalah lebih dominan muatan mengenai masalah Tasawufnya. Keberadaan
teks ini masih disimpan oleh generasi sepuh Syeikh Mutamakkin dan tidak setiap
orang dapat mengaksesnya, atau bisa dibilang merupakan teks pusaka.
Kisah Sheikh Ahmad Mutamakkin
Keterhubungan dengan Kajen
Menurut pengamatan dari para sesepuh
dan cerita yang kini masih beredar di masyarakat setempat, konon pada zaman
dahulu yang termasuk orang pertama di Desa Kajen sebelum Syeikh Ahmad
Mutamakkin ialah KH. Shamsuddin, kemudian KH. Shamsuddin mempercayakan serta
menyerahkan Desa Kajen kepada Syeikh Ahmad Mutamakkin. Setelah mendapatkan
kepercayaan tersebut, akhirnya beliau berkenan Hijrah dan menetap di Desa
Kajen. Sebagaimana cerita Kyai Telingsing yang menyerahkan dan mempercayakan
Kota Kudus kepada Sunan Kudus. Dari peristiwa inilah kemudian Desa itu di
namakan Kajen, berawal dari istilah Kaji Ijen (istilah Jawa).
Perlu di tambahkan disini, bahwa
bekas kediaman KH. Shamsuddin terletak di sebelah utara perguruan Mathaliul Falah
mengarah ke timur dan sampai sekarang periginya (sumur) masih terawat dengan
baik. Adapun makamnya terletak di sebelah Barat makam Syeikh Ahmad Mutamakkin
atau tepatnya di sebelah selatan Telaga.
Kemungkinan tempat tinggal KH.
Shamsuddin berada di sebelah utara Madrasah Mathaliul Falah adalah ada
benarnya, karena dapat di temukan sisa-sisa peninggalan KH. Shamsuddin berupa
sumur tua yang sampai sekarang masih terawat dengan baik. Sumur tua itu
sekarang di rawat oleh juru kunci sumur Mbah Shamsuddin.
Disumur tua ini dapat di jumpai para
peziarah yang melakukan mandi dan mengambil air dari sumur bekas peninggalan
Mbah Shamsuddin, sumur tua ini di yakini oleh masyarakat setempat dan
sekitarnya terkandung berkah dan karomah tertentu yang dapat digunakan untuk
mengobati suatu penyakit, khususnya bagi orang yang terkena santet, teluh,
tenung, leak, guna-guna dan berbagai jenis sihir lainnya, disamping itu juga
untuk suatu hajat tertentu.
Bukti-bukti arkeologi keberadaan
Mbah Shamsuddin ini adalah dengan adanya makam beliau yang terletak di sebelah
selatan Makam Sheikh Ahmad Mutamakkin dan adanya peninggalan sumur yang
diyakini keramat oleh sebagian masyarakat yang terletak di sebelah utara
Madrasah Mathaliul Falah. Sumur ini menurut penuturan masyarakat setempat adalah
sumur petilasan (peninggalan) Mbah Shamsuddin, sumur ini sekarang di jaga oleh
juru kunci. Di sumur ini setiap hari banyak di jumpai para pengunjung yang
mengambil air dan mandi disini untuk berbagai keperluan diantaranya untuk
keperluan berobat khususnya bagi orang-orang yang terkena tenung, santet, dan
segala jenis sihir lainnya, serta untuk berbagai keperluan lainnya.
Pengadilan Sheikh Ahmad Mutamakkin
Dalam Serat Cebolek di kisahkan
tentang pengadilan Syeikh Ahmad Mutamakkin terjadi pada masa pemerintahan Sunan
Pakubuwono II. Namun cerita yang dimuat dalam versi ini berbeda dengan apa yang
sebenarnya menjadi kenyataan dimasyarakat. Syeikh Ahmad Mutamakkin begitu
sangat dihormati oleh masyarakat setempat. Dalam versi serat Cebolek ini Syeikh
Mutamakkin di gambarkan sebagai seorang Kyai yang lebih mengedepankan mistik.
Bahkan, di tuduh yang bukan-bukan
yaitu dianggap seorang yang telah melakukan pembangkangan terhadap syari’at,
untuk lebih jelasnya cerita yang dimuat dalam serat Cebolek adalah sebagai
berikut: Tersebutlah pengadilan Syeikh Mutamakkin yang di ceritakan dalam serat
Cebolek yang terjadi pada masa pemerintahan Sunan Pakubuwono II. Sebuah ajaran
yang menuntun pada tindakan terpuji. Cerita ini mengenai Syeikh Mutamakkin dari
daerah Tuban. Ia telah membuka ilmu rahasia dan menyiarkan rahasia ilmu haq
yang memegang teguh hakikat dan menolak Syari’ah. Karena dia menolak hukum
syari’at, pengetahuannya tentang hakikat menjadi tidak bisa diterima,
membingungkan dan kacau, ia membuka tabir yang menyembunyikan rahasia-rahasia
itu, dilubangi dan digulung dan dengan begitu tersebarlah kerusuhan diseluruh
negeri, kelakuan yang tidak terpuji.
Keberaniannya dalam kepercayaan
tanpa halangan, orang baik kehilangan martabatnya, kekuatan mempengarui mereka
seperti sihir, keangkuhan bertambah. Ketika Ia dengan kasar meninggalkan hidup
tapa hatinya tidak ingat dan teburu-buru. Karena kecongkakannya Ia telah di
kuasai celaka dan merasa diri utama. Akhirnya Raja campur tangan, mencoba
menyelesaikan masalah. Setan-setan telah mengipasi orang terpelajar tanpa tanpa
watak mulia ini, yang membawa orang-orang tersesat, yang kata-katanya kosong
sama sekali yang hatinya lemah dan takut. Keahliannya dalam mengemukakan ilmu
mistik mendapat simpati banyak orang, sungguh keinginannya telah menyihir orang
banyak. Pada mulanya hanyalah kata-kata tetapi kemudian telah menimbulkan
kejahatan yang nyata. Semakin hari semakin luas pengaruhnya ada sebelas orang
yang di anggap sebagai Iblis, yang omongannya ngawur dan mereka ada dalam kemalangan
terus menerus. Demikianlah cerita tentang ulama jawa yang hidup dalam zaman
yang mulia Sunan Prabu Amangkurat menjadi terkenal, orang-orang membicarakannya
karena ia membahayakan seluruh kaum ulama.
Ajarannya tentang ilmu mistik
dianggap sesat karena ia menyebut dirinya sama dengan kekuasaan kemauan Tuhan.
Yang menjadi perselisihan, dengan kukuh, keras dan kasar, ia menguraikan
keyakinannya tanpa bisa dihentikan, yang berakibat adanya tuduh menuduh dan ini
menjadi sungguh -sungguh dan luar biasa. Pesisir Timur Jawa ada dalam kekacauan
dan didaerah Tuban, Syeikh Ahmad Mutamakkin menjadi musuh orang banyak karena
ia memperlakukan aturan Nabi dengan kasar. Dicebolek disatukan masyarakat
menjadi rusuh. Dia diserang dan dilawan oleh para ulama dari daerah pesisir
yang berkata: “Janganlah merusak hukum karena merupakan pendurhakaan terhadap
raja. Sesungguhnya raja berwenang menghukum, karena ia adalah wakil Tuhan di
dunia, siapa membahayakan kekuasaannya”.
Tetapi KH. Mutamakkin tidak
tergoyahkan, mantap dan berani ia tidak lari dari bahaya tetapi berani
menghadapi hukuman. Banyak ulama datang memberi nasehat, tetapi ia malah tetap
terus menternakkan anjing. Dari kudus sebanyak 12, yang terbesar diberi nama
Abdul Qahar ia mempunyai empat anak anjing pemimpinnya dinamai Qamarudin. H.
Mutamakkin sangatlah angkuh. Para ulama setuju bahwa masalah ini harus
diteruskan kepada baginda raja, karena H. Mutamakkin tidak mau dinasihati, ia
telah memandang rendah negara.
Para ulama daerah pesisir
mengirimkan surat edaran kepada semua ulama dari Pajang, Mataram, Kedu,
Pagelen, dan Mancanegara bersama salinan suratnya. Menurut mereka kepercayaan
yang dipegang teguh Cabolek terletak pada tuntutannya menjadi yang sejati yaitu
Muhammad, dan ia berani menghadapi hukuman. Pada waktu para ulama berangkat
menuju ibu kota seluruh daerah pesisir ada dalam kebingungan. Semua ulama
mengambil bagian, dari bagian Timur Jawa datang Kyai Busur, Ki Watana dari
Suralaya bersama Mas Sidas Rema. Pemimpin para ulama Ketip Anom dari daerah pesisir
tiba di Kertasura. Sebelum pembicaraan mulai sekonyong-konyong Raja tertimpa
penyakit Prabu Mangkurat kemudian wafat, dan digantikan oleh putranya Raden Mas
Prabayaksa yang bergelar Pangeran Dipati dan menempati kedudukan ayahnya
setelah susuhunan dimakamkan di Lawiyan, segera setelah penobatan dilak ukan
pengajuan perkara kepada raja.
Para ulama dari daerah pesisir
berkumpul kembali tak ada yang ketinggalan. Dan sebagaimana yang dari Pajang,
Mataram, Pagelen, Kedu dan Mancanegara tak seorangpun yang dapat membaca
Qur’an. Mereka diijinkan berangkat dan berkumpul bersama dikediaman Maha Mantri
Danurejo mereka membuat persiapan yang akan disampaikan kepada raja dengan
persetujuan para wadana.
Seluruh Wadana dari daerah pesisir
dan mancanegara serta Wadana Kertasura sepenuhnya sepakat berkata bahwa ia
(Syeikh Mutamakkin) layak dihukum. Para ulama telah tiba, kayu bakar telah
ditimbun dekat alun-alun utara, bersama dengan persembahan yang sangat melimpah
minyak kelapa dalam gentong. Pada saat H. Mutamakkin akan dibakar, ada wadana
jero yang mengetuai pengadilan namanya Raden Demang Urawan ia sepupu pertama
Sri Baginda Raja, kakak perempuannya telah diambil sebagai Prameswari oleh Sri
Baginda Raja, namanya Ratu Kencana. Demang Urawan sangat dihormati oleh Sri Baginda
Raja, pada kesempatan ini diundang kekeraton menghadap Sri Baginda Raja.
Raja berkata lirih “Wahai Bapang,
apakah yang telah dikatakan pamanku, perdana menteri? Apakah para ulama Jawa
sedang berkumpul.” Raden Demang Urawan segera menundukan kepala dan berkata,
“Benar mereka semua telah datang dan malahan telah diberitahu dengan baik
tentang bagian-bagian pembahasan yang betul mengenai ilmu mistik. Para ulama
Jawa yang telah berkumpul jumlahnya 142, semuanya telah dinilai dan dibagi
menjadi kelompok-kelompok sekelompok golongan rendah sekelompok golongan unggul
terdiri dari 44 orang.
Pilihan lanjut telah dibuat 40
ditinggalkan dari padanya 22 telah dipilih yang terbaik darinya lalu dipilih
dan sekarang hanya tinggal 7, hanya lima dari daerah pesisir 4 ulama datang
dari Pajang satu dari Mancanegara satu dari Pagelen yang akan menyampaikan
pesan duka.” Demang Urawan berkata, “Diantara abdi-abdimu dari pajang tuanku,
salah satu telah dipengaruhi yaitu ulama dari Kedung Gede, ia telah ikut dengan
Mutamakkin dan mengajukan dirinya untuk dibakar menerima hukumanmu. Ia menjadi
pengikut Cabolek, dan keduanya sekarang satu tujuan. Mutamakkin menyatakan
menjadi yang sejati, karena itulah pamanku perdana menteri mengajukan
masalahnya kehadapan Tuanku.”
Sang raja berkata, “Bapang
darimanakah guru haji Cabolek ini yang berani menghadapi maut?” Raden Demang
berkata hormat, “Tuanku, waktu utusan-utusanmu kembali, mereka yang mengundang
dan mengawani dia berjalan tergesa-gesa, mereka adalah gentong umos bersama
Ragapita, baginda. Benarkah Haji waktu dalam perjalanan telah dilarang, bahwa
ia akan menghadapi bencana dari paduka Maharaja, tapi ia tidak mau mundur
sedikitpun, ia menerimanya dengan sepenuh hati.” Raja berkata, “Lalu bagaimana
waktu ia diperjalanan?” kata-katanya kepada para utusan. Raden Demang berkata,
“Tuanku Ia berkata begini : saya ucapkan terima ksih kalau Sri Baginda
Raja menghukumku. Anakku Ragapita, aku akan dikerubut para ulama dan pasti akan
di bakar. Dan mungkin bau asapku akan sampai di tanah Arab, tempat aku belajar,
di bawah Syeikh Zayn dari Yaman.”
Waktu dia bermalam disebuah pondokan
tuanku, setelah melaksanakan sembahyang Isya, ia tidak tidur, ia terus membaca
kusumawicitra danding dari serat Bima suci, sebuah danding yang ber-pada dua
belas setiap barisnya. Seperti Madu Retno yang dapat dimasukkan ke dalam
Bramarawilasita, untuk dibuat merdu dan serasi. Keduanya mempunyai sebelas pada
barisnya. Dan dapat diubah menjadi lebda jiwa Ia lalu membacanya dengan
menunduk dan membengkokkan badannya.” Raja berkata lirih, “Wahai Bapang,
bagaimana ini, yang kau bicarakan tentang ilmu rahasia, sepertinya mengikuti
cara seorang Budha. Bapang apakah gunanya itu merupakan penghinaan kepada Tuhan
bila seorang menjadi sesat.”
Raden Demang berkata, “Tuanku, ini bukanlah
suatu keburukan, menurut ajaran Haq, karena itu hanya di buat lambang dan bukan
sebagai kepercayaan. Lambang ini telah dipergunakan oleh banyak wali, dan
melalui lambang ini kesejatian telah dibukakan. Ia mulai langsung dengan
episode Bima mencebur ke dalam lautan. Tanpa memperdulikan rasa sakit Ia
mencari guru di tengah samudra, siap untuk mati. Kalau Ia tidak menemukannya,
Ia bermaksud mati di lautan, kalau Ia tidak memperoleh kesempurnaan. Waktu tiba
di tengah lautan besar, Ia di temui seorang Dewa kecil, sekecil seekor burung
pipit, lalu Dewa kecil Dewa Ruci memerintahkan untuk memasuki kupingnya, dan
Bima merasa heran sekali. Cerita inilah yang menjadi petunjuk untuk perbuatan
Syeikh Mutamakkin dalam perjalanan.”
Tersenyum Sri Baginda Raja berkata,
“Wahai Bapang, apa pendapatmu bahwa perdana mentri dan para wadana, semua
setuju bahwa Mutamakkin langsung dihukum di alun-alunku? Kebenaran mengatakan
padaku, jangan mau menuruti nasihat pamanku perdana mentri. Semua para ulama,
dan para wadana dalam pandanganku, Bapang Mutamakkin memaksudkan hanya untuk
dirinya. Ilmu semacam ini kalau Ia tidak mengajak orang lain membuat perubahan
disana sini orang-orang dari mancapat dan mancalima, dari mancanem dan
mancapitu dan semua telah berhasil dengan diajak untuk menolak hukuman. Dia
tidak dapat di hukum mati kalau Dia hanya berkata, “Tirulah ilmu mistikku. Dan
banyak yang telah menjadi muridnya dan kalaupun Ia tidak bertindak dengan cara
ini tetap lebih berbuat buruk lagi, saya harus tetap memaafkannya”.
Raden Demang berkata, “Betul sekali
Tuanku,” Raja berkata, “Bapang pergilah segera, sampaikan ketidak senanganku
kepada uwakku perdana mentri, juga kepada para ulama, bersama semua para wedana
supaya semua berkumpul di kepatihan. Umumkan kepada mereka ketidak senanganku”.
Lalu Ia mengundurkan diri dengan taat dan hormat, Ia meninggalkan istana dan
memanggil dua pesuruh yang taat, di perintahnya untuk menyampaikan pesan
kepatihan untuk mengumumkan bahwa: “Besok, aku akan ke tempat Danu Rejo, akan
datang pukul delapan. Untuk menyampaikan perintah Sri Baginda Raja. Para
Adipati supaya berkumpul didalam kepatihan bersama semua ulama.”
Dengan segera para pesuruh
menyampaikan seruan tadi ke kepatihan, tak di ceritakan tentang malam itu,
tetapi besok paginya patih Danu Rejo berkumpul dengan para Dipati. Semua
menghadap ke Barat, Adipati Danu Rejo menghadap ke Selatan, tapi sedikit miring
ke Barat menghormati ulama terhormat yang telah duduk disebelah Barat. Pada jam
delapan, semua yang sudah duduk berdiri waktu Raden Demang telah mengambil
tempatnya. Semuanya kembali duduk, Ki Dipati perdana Mentri juga duduk dengan
lainnya.
Sedangkan Raden Demang segera mulai
menyampaikan perintah Sri Baginda Raja. Matanya begitu nyalang sehingga semua
adipati menjadi takut dan juga para ulama. Waktu perintah disampaikan,
ketidak-senangannya menggelisahkan. Setelah ketidak-sengannya Sri Baginda Raja
selesai disampaikan, Adipati Danu Rejo hanya dapat berkata dua patah, dan
setelah itu seraya berdiam diri, para wadana semua menundukkan kepala. Dan bagi
para ulama semua merinding di bawah pengaruh muka Sri Baginda Raja. Mata
Cabolek berkedip-kedip seperti orang sedang sekarat. Kini seorang yang sedang
berbicara adalah Ketib Anom dari Kudus, yang menjadi marah laksana menjangan
luka. Marahnya memuncak, wataknya yang seperti singa muncul, belikatnya naik
turun laksana burung garuda mengepak sayap di medan laga, seperti Pragalba si
pahlawan, menuruti hatinya yang penuh emosi.
Ia melihat ke kanan dan ke kiri,
semua telah menundukkan kepalanya, semua rekan para ulamanya bersama para
Dipati kepalanya semua menunduk, wajahnya pucat. Ketib Anom dari Kudus mulai
menunjukkan marahnya. Ketetapannya mulai bertambah kuat, ditimpali
keberaniannya, Ia mengetatkan serbannya, menggulung lengan Baju dan bergerak
maju dua nampak angkuh tetapi kata-katanya lemah lembut seperti Raden Bali
Putra ketika dia diutus oleh Raja Ramawijaya untuk menyampaikan peringatan
keras kepada Dasamuka. Ia menimbulkan ketakjuban orang yang melihatnya. Ia
memang kelihatan tampan dan belia.
Ketib Anom: “Anakku, aku minta maaf
karena berani menyela pembicaraan mengenai ketidak-senangan Sri Baginda Raja,
yang ditujukan kepada Perdana Menteri. Semua penyampian rasa kemarahan Sri
Baginda Raja itu salah alamat.” Raden Demang Urawan merasa kaget, dan segera
balik memandang ke wajah Ketib Anom yang sedang berbicara. Ia melihat muka
dengan lengan berkecak pinggang, rambutnya berdiri lurus sangat tebal dan
berombak. Ia nampak seperti putra raja Langka Indrajid sang Perwira seperti
orang yang ditikam dan bertarung dengan seorang duta yang bernama Bali Putra,
yang waktu itu datang berprilaku angkuh. Raden Demang dan Ketib Anom bersilang
kata-kata untuk sejenak, seperti mereka saling bergumul untuk menekan, menguji
kekuatannya bertarung dengan gigih untuk suatu kemenangan terhormat, mereka
menjadi marah menyala, memukul satu lainnya dan balik berputar seperti didalam
perang pembalasan mereka sangat keras dan tajam.Akibatnya para ulama kembali
mengangkat kepalanya begitu juga para dipati mengangkat kepalanya tercengang
waktu mendengar Ketib Anom Kudus yang tidak sepaham dengan Raden Demang Urawan,
dengan marah berkata, “Apakah yang panjenengan anggap tidak tepat ?
Ketidak-senangan baginda Raja disampaikan kepada si Uwa, Perdana Mentri ?”
Ketib Anom berkata, “Benar anakku.
Dasar dan pokok dari perkara tidaklah cukup, alasan perdana Mentri telah
melaporkan diri karena ulama, semua dari mereka telah melaporkan itu kepada Sri
perdana Mentri yang mulia. Alasan bahwa si Uwa, Perdana Mentri yang mulia,
berani melaporkan ini dikarenakan para ulama berpendirian teguh dalam masalah
itu. Seharusnya adalah sumber dari laporan yang mesti di jewer oleh Sri Baginda
Raja. Dengan kata lain sayalah dan semua para ulama mesti menerima kemarahan
Sri Baginda Raja.
Raden Demang Urawan tertawa
terbahak-bahak mengayun kakinya dan berkata, “Betapa senangnya hatiku, melihat
seorang ulama yang melawan dengan gigih, yang berani sungguh-sungguh menghadapi
kematian, tangkas dan bisa tegar untuk berunding dan siap tempur. Kalau ia seekor
ayam jantan mestilah ia berbulu merah berkaki hitam dengan ekor berbintik putih
yang bertanding laksana garuda. Biarlah saya orang yang menjadi atas nama Sri
Baginda Raja, menegurmu, mengapa menyebabkan kekacuan pada negara dengan
membawa masalah ini pada raja, walaupun perkaranya belum sepenuhnya tuntas,
dengan melaporkan kepada perdana mentri? Apakah menjadi maksudmu membawa
ketidak-beruntungan kepada para ulama, menimbulkan kebingugan di kerajaan dan
membawa aib pada negara?” Setelah ketidak-senangan sang Narendra selesai
disampaikan, tapi sebagaimana di ketahui tak satupun dari kami para ulama
bermaksud atau merencanakan untuk mengganggu sang Narendra.
Ketib Anom berkata, “Anakku jika
panjenengan punya kritik padaku karena tidak menegur haji Mutamakkin, silahkan
tanya dia, Ia ada di depanku. Saya sering mendatanginya, mengingatkan anakku
tingkah lakunya yang tidak patut. Saya minta jawabmu hai Mutamakkin, mumpung di
depan pejabat, saat nyawamu hampir melayang.”
Ki
Cebolek menjawab, matanya berkedik seperti ngantuk, “Betul sekali anakku,
panjenengan datang dan menegurnya, hanya walau aku menghadapi maut aku takkan
lari. Karena kebodohanku tak berniat berguru terus. Aku menghadapi maut yang
bukan waktunya. Aku akan mampu berusaha menambah ilmu hatiku terus memperoleh
kenyataan ini.”
Ketib Anom berkata murka, “Lha
pikiran macam apa itu, membikin sengsara dan menyakitkan, ada anjing diberi
nama, Abdul Kahar?” Semua yang mendengarkan terbelalak, Raden Demang kakinya di
ayunkan dan tertawa terbahak-bahak, ketib Anom Kudus berkata lantang, “Kamu ini
memang busuk dengan lancang membuat onar negara. Kalau kamu mau terkenal
tingkah lakumu dan bermaksud menjadi hebat jangan tangung-tanggung bertingkah.
Pindahkan gunung Merapi dan juga Prawata, letakkanlah di atas gunung Lawu dan
genggamlah di tangan kiri. Apapun yang kau lakukan jangan tangung-tanggung,
jangan mengindahkan jiwa ragamu.”
Ketib Anom berkata dengan keras
dihadapan Mutamakkin, “Anjingnya diberi nama seperti penghulu Tuban, Abdul
Qahar, anjing yang lain diberi nama khatib Qamaruddin. Tuanku, sesungguhnya
Mutamakkin itu bukan seorang manusia. Ia telah menghina Sang Narendra dan
melukai karena sesungguhnya prilakunya naudzubillah.
Anakku itulah sebabnya aku merasa
wajib melaporkan kepada patih Adipati Danurejo, supaya menjadi perhatiannya dan
meneruskan hal itu kepada Sang Narendra. Karena sesungguhnya yang menjadi sang
Narendra kalau Ia ingkar dari setiap sunnah Nabi menjadikan saripati Syara’ tak
dihargai dan di rusak. Wahai anakku diberitakan dalam teks Akhbaru al-Saltin.
Raja digambarkan sebagai pembela iman. Bila seorang menyebarkan ajaran mistik
dan menyebabkan gangguan untuk memperoleh pengikut dan kalau ini terjadi karena
raja tidak menjaga sunnah Nabi, pancaran wajahnya pasti lenyap.
Wahai anakku, apabila seorang raja
kurnia pancaran wajahnya susut, keharuman kerajaaannya pasti lenyap, yang
terjadi hanyalah tengik dan kaku dan akibatnya kegelapan akan turun ke bumi dan
bau busuk akan menyebar. Kenapa tidak memasang penjaga di kerajaan sang
Narpati? Sesungguhnyalah anakku, raja adalah hati jagad, hati adalah raja
didalam badan karena itu, anakku merupakan perumpamaan. Sesungguhnya setiap
mahluk hidup harus menjaga kebaikan dari hatinya. Karena itu setiap mahluk
hidup wajib menjaga raja tentang semua yang diketahuinya di kerajaan. Karya
raja seperti hati menggerakkan badan. Kesalahan raja dipikul oleh orang-orang
di bumi karena raja adalah hatinya jagad, badan rusak kalau hatinya merana. Dan
bila hati merana yang tidak di obati maka raja yang di salahkan.”
Raden Demang Urawan berkata hormat,
“Melindungimu, Tuanku, terhadap Haji Mutamakkin.” Lalu ketib Anom Kudus
memandang dan dengan gagah mulutnya bergetar, matanya bersinar dan dengan penuh
keberanian hamba telah di getarkan oleh penglihatannya. Ia berkata murka,
“Panjenengan anakku, telah menghargai kelakuan semacam itu dari haji Mutamakkin
dan kalau demikian halnya, panjenengan anakku telah merusak negara. Karena
menjadi tugas raja untuk melindungi sunnah Nabi, kalau seorang Raja menolak
sunnah Nabi keindahannya akan lenyap dan Ia akan membuat suram negara. Pastilah
negara akan runtuh. Kalau wajah sang Narendra hilang jelita, semua tindakannya
hanyalah sebuah kepahitan dan penderitaan”.
Sang Raja tertawa terbahak-bahak,
dan dalam pikirannya si Kudus ini orang yang berbahaya, yang menceritakan belum
menyelesaikan ceritanya tapi sang Narendra menolak dalam tawanya dan berkata,
“Kalau demikian, Bapang, marilah kita jalankan ajaran Islam, saya berniat
menghadiri sembayang Jum’at, beri tahu si Uwa Patih. Persiapkan untukku
terancang di dalam masjid. Jum’at depan aku akan hadir bila disepakati si Uwa
Patih. Karena merupakan kebiasaan lama shalat pertama raja haruslah di masjid.”
Sang Prabu berkata lagi, “Tentang H.
Mutamakkin rupanya seperti apa?” Raden Demang Urawan berkata humor, “Ia seperti
Wisangkata, seorang calon pertapa dan kelakuannya seperti trenggiling yang
sedang sekarat. Tak ada yang perlu dikatakan tentang penampilannya yang sangat
dungu seperti kelapa. Kalau duduk, ia menggelosor dalam satu pertemuan ia
seperti kena kutuk. Tapi Dia itu mantap satu sifat yang hamba tidak sangka juga
diantar kelompoknya itu tanpa guna. Hamba merasa heran atas kemauan sang sukma
agung orang seperti itu dapat menjadi haji. Ia telah di anugerahi memenuhi
rukun yang kelima dan di beri kesempatan mengunjungi makam Nabi, Nabi terbesar
jagad ini, kalau Ia tidak pergi naik haji Ia pantas menjadi penjual jerami atau
berdagang itik.” Sang Prabu sambil tersenyum berkata, “Itulah bapang, telah
menjadi suratan Ia di ciptakan dengan tampang dungu tetapi di beri hati yang
suci untuk menjadi petugas sukma, Ia telah di takdirkan memilih hati suci”.
Raden Demang Urawan berkata takdzim,
“Karena itulah Tuanku, pada kesempatan ini, manusia kecil dan hina ini telah di
tuduh berkali-kali seperti orang yang memiliki beban setengah mati memanjat
sebuah tebing”. Ia terlihat kembang kempis. Marahnya ketib Anom seperti
marahnya Bala Dewa memarahi Curumis, demikianlah wajah Mutamakkin seperti
Curumis. Kalau saja sengketa itu terjadi di luar, Cabolek akan habis
terkoyak-koyak oleh Ketib Anom Kudus. Ia sangat marah karena seekor anjing
dinamakan Qamaruddin dan yang lainnya Abdul Kahar. Karena Ia di penuhi rasa
amarah seperti itu, Ia seperti ingin menikam Haji Mutamakkin.
Sang Raja tersenyum berkata, “Bapang,
keinginanku semua yang telah di bicarakan disampikan kepada Si Uwa Patih, aku
batalkan perintahku, tak ada pembicaraan lanjutan. Aku telah memaafkan
terdakwa. Kalau Haji Ahmad Mutamakkin mengulangi tingkah lakunya yang tidak
patut di bumi ini pastilah akan akan aku hukum Haji Mutamakkin ini. Aku jadikan
Dia sasaran kemarahan di alun-alunku ini. Tetapi inilah pengampunanku yang ku
minta panjenengan melaksanakannya. Perintahku untuk selanjutnya di teruskan
kepada si Uwa Patih, kepada semua saudaraku, perintahku untuk diumumkan secara
luas. Tak seorangpun boleh belajar ilmu haq di dalam masjid tetapi mengajarkan
di luar negara aku berikan izinku. Kalau ada yang berani menghianati
perintahku, tak ada tempat mempertanyakan dosa, akan aku laksanakan hukuman mati
yang telah aku tetapkan di alun-alun sehingga boleh disaksikan orang-orang
Kertasura Adiningrat.”
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan adanya pembuatan karya tulis ini kami dapat
memperoleh manfaat yang akan kami jadikan pelatihan di perguruan tinggi
nantinya. Sehingga dalam pembuatan karya tulis merupakan pelatihan bagi kami
semua. Serta dalam pembuatan karya tulis ini membuat kami lebih terampil dan
bertanggung jawab menyelesaikan tugas yangtaelah kami terima. Dan dari beberapa
objek yang telah kami kunjungi maka dapat kami simpulkan bahwa objek-objek itu
mempunyai potensi dan manfaat dalam berpatisipasi pada pembangunan bangsa dewasa
ini pada masa yang akan mendatang, khususnya di bidang pariwisata, pendidikan,
dan kebudayaan.
Masing-masing objek yang kami kunjungi mempunyai ciri khas
masing-masing. Sehingga tiap-tiap objek mempunyai manfaat dan daya guna yang
lebih luas.Kami selaku siswa sangat senang,karena disetiap tempat yang penulis
kunjungi mempunyai kelebihan dan keistimewaan tersendiri. Kami dapat berekreasi
dengan senang,dan berekreasi ternyata sangat penting dalam menambah wawasan
serta pengetahuan yang besar bagi kita dengan cara bermain. Ditanah air ini
banyak bermacam-macam obyek wisata yang bisa kita kunjungi sebagai sarana
bermain dan belajar.
B. Saran-Saran
·
Sebagai seorang siswa sebaiknya kita lebih menambah
wawasan mengenai sejarah yang ada dilingkungan kita.
·
Tempat tempat sejarah yang ada juga harus dijaga dengan
baik.
·
Sebagai bangsa yang mempunyai banyak peristiwa sejarah
selayaknya kita selalu mengenang sejarah dan tokoh tokoh yang berpern
didalamnya.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA