CERITA SEJARAH KOTA
SEMARANG
XII-MIPA 4
DISUSUN OLEH :
ANIK
SAFITRI (04)
DEWI
RAHMAWATI (07)
EKAYUNI
KARTIKA S. (10)
JEFRY
KHATRIAS (16)
KHOIRUL
HUDA (17)
SHELLA
WARDANI P. (29)
SMA NEGERI 1 TAYU
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Sejarah Kota Semarang
Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa
Tengah, Indonesia sekaligus kota metropolitan terbesar kelima
di Indonesia sesudah Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan. Sebagai salah satu kota paling berkembang
di Pulau Jawa. Kota Semarang mempunyai
area Metropolitan Kedungsapur yaitu daerah Kendal, Demak, Ungaran Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Purwodadi Kabupaten Grobogan dengan penduduk sekitar 6 juta jiwa.
Semarang merupakan Wilayah Metropolis terpadat keempat setelah Jabodetabek (Jakarta), Gerbangkertosusilo (Surabaya), dan Bandung Raya. Kota ini terletak sekitar 558 km di
sebelah timur Jakarta atau 312 km di sebelah barat Surabaya atau 621 km di sebalah barat daya
Banjarmasin dengan menggunakan jalur udara. Semarang berbatasan dengan Laut
Jawa di
utara, Kabupaten
Demak di
timur, Kabupaten Semarang di selatan, dan Kabupaten
Kendal di
barat. Luas Kota Semarang adalah 373.67 km2.
Kota
Semarang mempunyai sejarah yang dimulai sejak abad ke-6 Masehi, daerah pesisir
utara yang bernama Pragota sekarang bernama Bergota merupakan bagian dari
Kerajaan Mataram Kuno. Sebenarnya daerah tersebut merupakan pelabuhan yang di
depannya terdapat banyak pulau-pulai kecil. Dikarenakan pengendapan yang kian
banyak hingga sekarang. Akibat pengendapan, yang hingga sekarang masih terus
berlangsung, gugusan tersebut sekarang menyatu membentuk daratan. Seiring
perkembangan zaman, pada masa kekuasaan kerajaan Demak, seorang pangeran
bernama Raden Made Pandan diutus untuk menyebarkan ajaran Islam di wilayah
Bergota ini. Ia dan putranya, Raden Pandanarang adalah dua ulama bangsawan yang
sangat diterima oleh masyarakat Bergota yang kala itu masih memeluk agama Hindu
Budha.
Kedatangan
kedua ulama tersebut juga membawa perubahan besar bagi kemajuan Bergota.
Bergota yang menjadi asal usul Kota Semarang ini sebelum kedatangan Raden Made
Pandan adalah daerah yang sepi dan masih terdapat banyak hutan. Daerah ini
dulunya tidak bisa ditanami oleh tanaman pangan karena airnya berasa payau.
Namun, setelah kedatangan Raden Made Pandan dan putranya melalui ilmu irigasi
yang dimiliki daerah ini kemudian disulap menjadi area pertanian yang subur. Pesatnya
perkembangan dakwah Islam dan suburnya tanah Bergota, perlahan tapi pasti telah
mengundang banyak orang untuk datang dan menetap di sana. Daerah yang menjadi
asal usul Kota Semarang ini kemudian ramai dan dihuni oleh banyak pendatang
dari seluruh pelosok kerajaan Demak.
Bagian
kota Semarang Bawah yang dikenal sekarang ini dengan demikian dahulu merupakan
laut. Pelabuhan tersebut diperkirakan berada di daerah Pasar Bulu sekarang dan
memanjang masuk ke Pelabuhan Simongan, tempat armada Laksamana Cheng Ho
bersandar pada tahun 1435 M. Di tempat pendaratannya, Laksamana Cheng Ho
mendirikan kelenteng dan masjid yang sampai sekarang masih dikunjungi dan
disebut Kelenteng Sam Po Kong atau Gedung Batu.
Pada
Abad 15 M ada seorang Pangeran dari Demak yang menyebarkan Islam ke daerah
Pragota, bernama Pangeran Made Pandan. Dari waktu ke waktu, daerah tersebut
semakin subur dengan banyaknya pepohonan dan rerumputan yang tumbuh lebat, dari
sela-sela kesuburan tanaman itu muncullah pohon asam arang, kemudian daerah itu
di sebut Semarang. Pangeran Made Pandan di sebut sebagai pendiri desa, karena
kinerjanya yang baik beliau di percaya menjadi kepala daerah setempat, dengan
gelar Kyai Ageng Pandan Arang I. Sepeninggalnya memimpin daerah, digantikan
langsung oleh putranya yang bergelar Pandan Arang II atau lebih dikenal dengan
Sunan Bayat.
Di
bawah pimpinan Kyai Ageng Pandan Arang II, Semarang menunjukkan pertumbuhannya
yang meningkat, sehingga menarik perhatian Sultan Hadiwijaya dari Pajang.
Karena persyaratan peningkatan daerah dapat dipenuhi, maka diputuskan untuk
menjadikan Semarang setingkat dengan Kabupaten. Karena persyaratan Semarang
menjadi Kabupaten telah terpenuhi, maka oleh Sultan Hadiwijaya yang sudah
berkonsultasi dengan Sunan Kalijaga akhirnya memutuskan Semarang menjadi Kabupaten. Pengangkatan
Semarang menjadi Kabupaten tersebut bertepatan dengan peringatan maulid Nabi
Muhammad SAW pada tanggal 12 rabiul awal 954 H, hingga tanggal 2 Mei kemudian
ditetapkan sebagai hari jadi kota Semarang.
Kemudian
pada tahun 1678 Amangkurat II dari Mataram, berjanji kepada VOC untuk
memberikan Semarang sebagai pembayaran hutangnya, dia mengklaim daerah Priangan
dan pajak dari pelabuhan pesisir sampai hutangnya lunas. Hingga pada tahun 1705
M Susuhunan Pakubuwono I menyerahkan Semarang kepada VOC atas jasanya membantu
merebut Kastasura. Sejak saat itulah Semarang telah resmi menjadi milik VOC
yang telah dipimpin oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Stanblat
Nomor 120 tahun 1906 Belanda membentuk Pemerintahan Gemeente, dimana
pemerintahan kota Semarang dikepalai oleh seorang Burgemeester (Walikota).
Sistem Pemerintahan Belanda ini hanya berlangsung singkat, kemudian pada tahun
1942 pemerintahan pendudukan Jepang datang.
Pada
masa pemerintahan Jepang, Semarang di kepalai oleh Militer yang bernama Shico
dari Jepang dan didampingi dua orang wakil yakni dari Jepang dan bangsa
Indonesia. Namun, pemerintahan itu tidak juga berlangsung lama, sesudah
kemerdekaan tanggal 15 - 20 Oktober 1945 terjadilah peristiwa pemuda-pemuda
Semarang bertempur melawan balatentara Jepang. Beberapa tentara Jepang yang ada
di Semarang bersikeras tidak mau memberikan kontrol akan kota tersebut kepada
pasukan kemerdekaan. Akhirnya perang yang memperoleh sebutan Pertempuran Lima
Hari ini memakan beberapa korban, dimana salah satu yang tewas adalah seorang
dokter muda berbakat yang bernama dr. Kariadi.
Tokoh-tokoh
kunci pada perang ini adalah dr. Kariadi yang merupakan seorang dokter muda
yang berniat untuk mengecek cadangan air ketika berhembus kabar bahwa Jepang
berencana untuk meracuni air cadangannya. Ia tetap berniat untuk pergi padahal
istrinya telah memohon untuk tetap tinggal di rumah. Mr. Wongsonegoro merupakan
Gubernur yang dipilih untuk daerah Jawa Tengah. Beliau sempat ditangkap oleh
pasukan Jepang. Dr. Sukaryo & Sudanco Mirza Sidharta merupakan korban lain
penangkapan pasukan Jepang, bersamaan dengan Mr. Wongsonegoro. Mayor Kido yang
merupakan seorang Pemimpin Kidobutai pada masa itu dimana pusat Kidobutai
terletak di Jatingaleh. Kasman Singodimejo adalah seorang Perwakilan yang diutus untuk
menjembatani gencatan senjata. Jenderal Nakamura TKR di Magelang.
Sejarah
berdirinya kota Semarang meskipun diwarnai merah darah karena pertempuran 5
hari, tetaplah menjadi bagian sejarah Indonesia. Demi memeringati kejadian
tersebut, dibangunlah Tugu Muda yang diharapkan berperan sebagai pengingat
kepada masyarakat Semarang tentang kejadian perang di masa lalu. Tugu ini
dibangun pada tanggal 10 November 1950 dan diresmikan pada 20 Mei 1953.
Hingga
pada tahun 1946, lnggris atas nama Sekutu menyerahkan kota Semarang kepada
pihak Belanda. Belanda dengan tipu muslihatnya menangkap Mr. Imam Sudjahri yang
merupakan Walikota Semarang pada tanggal 3 Juni 1946 sebelum proklamasi
kemerdekaan. Narnun semangat para pejuang Semarang di bidang pemerintahan masih
tetap menjalankan pemerintahan di daerah pedalaman atau daerah pengungsian di
luar kota dengan baik sampai bulan Desember 1948.
Daerah
pengungsian para pejuang berpindah-pindah, mulai dari kota Grobogan, Purwodadi,
Gubug, Tegowanu, Kedungjati, Salatiga, dan akhirnya menetap di Yogyakarta.
Raden Patah, R. Prawotosudibyo dan Mr. Ichsan adalah salah satu pimpinan yang
masih menjalankan pemerintahan dengan baik. Hingga Belanda membuat Recomba yang
bertujuan membentuk kembali pemerintahan Gemeente seperti masa kolonial dulu
yang dipimpin oleh R. Slamet Tirtosubroto.
Tetapi
hal itu tidak membuahkan hasil karena dalam masa pemulihan kedaulatan harus
menyerahkan kepada Komandan KMKB Semarang pada bulan Februari 1950. Hingga pada
tanggal 1 April 1950, Komandan KMKB Mayor Suhardi menyerahkan kepemimpinan
pemerintah Semarang kepada Mr. Koesoedibyono seorang pegawai tinggi Kementerian
Dalam Negeri di Yogyakarta. Kemudian ia menyusun kembali aparatur pemerintahan
untuk semakin memperlancar jalannya pemerintahan Semarang.
Perandaian yang
indah Semarang sebagai Venesia van Java, ternyata bukan sekedar olok-olok,
karena semua kerja keras seluruh warga masyarakat kota Semarang ternyata membuahkan hasil. Itu
sebabnya bangunan-bangunan lama dengan arsitektur yang khas dan megah berdiri
di daerah pusat kota ini. Termasuk Gereja Blenduk, Stasiun Tawang, kompleks
perkantoran dan pergudangan di Jl. Merak, Kepodang,, Srigunting, Suari dan
sebagainya, sampai sepanjang Jl. Pemuda, Gedung Lawang Sewu, di kompleks Tugu
Muda, dan sebagainya.
Dibalik semua
itu Semarang tak hanya menjanjikan keindahan. Sekaligus juga menyimpan berbagai
tumpukan persoalan. Persoalan awal juga dating dari nasib letak kota yang agal
malang. Karena perluasan kota yang terus keutara meliputi kawasan yang
ketinggiannya di atas permukaan air laut sampai minus. Posisi demikian tentu
kaya akan problema, yaitu banjir. Tetapi dengan kesigapan dari pemerintah
daerah berbagai masalah dapat teratasi. Hal ini terbukti diperolehnya
penghargaan tertinggi dalam kebersihan kota, Piala Adipura sejak tahun 1991
berada di kota Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar